Bendera Tauhid

Senin, 08 September 2014

4 Perkara Penghancur Agama

Semoga bermanfaat..???

⚡⚡⚡⚡⚡⚡⚡

Empat Perkara Penghancur Agama
Hancurnya agama Anda, kata Syaikh
Abdul Qadir Jailani, adalah karena 4
hal: (1) Anda tidak mengamalkan
apa yang Anda ketahui; (2) Anda
mengamalkan apa yang Anda tidak
ketahui; (3) Anda tidak mencari
tahu apa yang Anda tidak ketahui;
(4) Anda menolak orang yang
mengajari Anda apa yang tidak Anda
ketahui (Jailani, Al-Fath ar-
Rabbani wa Faydh ar-Rahmani, hlm.
43.Beirut: 1998).
1. Tidak mengamalkan apa yang
diketahui.
Allah Swt. telah mencela orang yang
banyak tahu agama, bahkan banyak
ngomong masalah agama, tetapi
tidak melaksanakan apa yang dia
ketahui dan sering dia diomongkan:
Sungguh besar kebencian Allah
karena kamu mengatakan apa yang
tidak kamu kerjakan (TQS ash-
Shaff [61]: 3).
Lebih dari itu, banyak tahu agama
tetapi tidak mengamalkannya adalah
sia-sia. Sebabnya, Allah Swt.
menilai seseorang bukan dari
ilmunya (yang banyak), tetapi dari
amalnya: (Dialah Allah) Yang
menciptakan kematian dan
kehidupan dalam rangka menguji
manusia, siapa yang terbaik
amalnya(TQS al-Mulk [67]: 2).
Dalam ayat ini, Allah menggunakan
frasa ahsanu-’amala (amal
terbaik), bukan aktsaru-’ilma (ilmu
terbanyak). Maknanya,
sebagaimana kata Nabi saw.,
“Selalu waspada (wara’) terhadap
larangan-larangan Allah dan
senantiasa bersegera menjalankan
ketaatan kepada-Nya.” (Al-
Qurthubi,Tafsir al-Qurthubi,
XVIII/207).
Karena itu, sangat disayangkan
jika orang banyak tahu agama
tetapi sedikit mengamalkan
agamanya. Misal: Masih banyak
Muslim yang tahu bahwa shalat,
shaum dan zakat itu wajib, namun
mereka tidak melaksanakannya.
Banyak Muslimah yang tahu menutup
aurat/berjilbab itu wajib, tetapi
enggan melakukannya. Banyak
pejabat, pegawai pemerintah,
polisi, jaksa, hakim dll yang tahu
suap dan korupsi itu haram/dosa,
namun mereka tetap melakukannya.
Banyak Muslim yang tahu bahwa
menegakkan syariah Islam itu
wajib, tetapi tidak berusaha
memperjuangkannya, seolah-olah
itu bukan urusannya. Banyak ulama
yang tahu menegakkan Khilafah itu
wajib. Mereka pun tahu kewajiban
menegakkan Khilafah itu merupakan
Ijmak Sahabat dan ijmak para ulama
salafush-shalih. Namun, alih-alih
berusaha menegakkannya, bahkan
ada yang menganggap upaya
tersebut tidak relevan untuk saat
ini, ’memecah-belah’, ’mengancam’
NKRI, dll. Banyak tokoh kiai yang
tahu bahwa riba itu haram tetapi
tidak pernah mencegah Pemerintah
yang nyata-nyata berutang ke luar
negeri dengan bunga (riba) yang
sangat ’mencekik’. Banyak pula
aktivis dakwah yang tahu menjaga
amanah dan memelihara akad itu
wajib, tetapi sering melalaikan dan
mengabaikannya.
2. Mengamalkan apa yang tidak
diketahui.
Tidak sedikit orang yang awam
agama melakukan banyak hal yang
dia sendiri tidak tahu status
hukumnya; apakah halal atau
haram. Misal: Tidak sedikit Muslim
berbisnis saham/valas, melakukan
transaksi kredit barang lewat
lembaga leasing seperti menjamur
saat ini, terlibat dalam bisnis
asuransi, menjadi staf keuangan
bank berbasis riba, mengadu untung
dalam kuis via sms, dll. Tidak sedikit
Muslim/Muslimah yang memandang
baik profesi sebagai artis
(penyanyi, penari, pemain film/
sinetron dll)—yang biasanya akrab
dengan atraksi membuka aurat,
berkhalwat dan ber-ikhtilat, serta
ragam maksiat lainnya; bahkan
mereka berlomba-lomba meraihnya.
Tidak sedikit pula Muslim yang
memandang mulia demokrasi dan
HAM, mempraktikkannya, bahkan
bangga menjadi pejuangnya. Semua
itu mereka lakukan karena mungkin
tidak tahu keharamannya. Padahal
Rasulullah saw. telah bersabda
(yang artinya), “Siapa saja yang
mengerjakan suatu perbuatan yang
tidak kami perintahkan, maka
tertolak(haram, pen.).” (HR
Muslim).
3. Tidak mencari tahu apa yang
tidak diketahuinya.
Banyak Muslim/Muslimah yang sadar
dirinya awam dalam agama, tetapi
tidak terdorong untuk mempelajari
dan mendalami agama (taffaquh fi
ad-din). Mereka seolah enjoy
dengan kebodohannya dalam agama.
Tidak sedikit pula hal ini melanda
para aktivis dakwah. Misal: tidak
sedikit aktivis dakwah yang malas
belajar bahasa Arab, padahal
mereka tahu mempelajarinya
sangat urgen dalam upaya
memahami agama demi bekal dakwah
mereka; bahkan mereka tahu di
antara faktor kemunduran umat
adalah karena diabaikannya bahasa
Arab.
4. Menolak orang yang mengajari
apa yang tidak diketahuinya.
Tidak sedikit Muslim yang—karena
kesombongannya—menolak ketika
orang lain mengajari (baca:
mendakwahi)-nya. Padahal
Rasulullah saw. telah bersabda
(yang artinya), “Sombong itu
menolak kebenaran.” (HR Muslim
dan Abu Dawud).
Tidak sedikit pula yang enggan
belajar kepada    lain hanya
karena orang lain itu lebih muda,
karena lebih rendah tingkat
pendidikan formalnya, karena dari
kelompok/mazhab/harakah/partai
yang berbeda, atau karena faktor-
faktor lain.
******
Keempat hal di atas memang telah
menghancurkan agama pada diri
seorang Muslim ataupun di tengah-
tengah masyarakat.
Akibatnya nyata: Hukum-hukum
Allah dicampakkan dan dijauhkan.
Hukum-hukum thaghut diterapkan
dan dilestarikan. Kewajiban-kewaj
iban agama banyak ditinggalkan.
Larangan-larangannya sering
dilakukan dan bahkan jadi
kebiasaan. Yang halal
disembunyikan. Yang haram
ditonjolkan. Yang sunnah enggan
diamalkan. Yang bid’ah malah
dibesar-besarkan. Adat menjadi
ibadat. Ibadat bercampur dengan
khurafat dan maksiat.
Demikianlah, akhirnya Islam
sekadar sebutan; al-Quran sekadar
jadi bacaan; as-Sunnah pun
terlupakan.
Saat itu, sebagaimana isyarat Nabi
saw., Islam kembali menjadi
sesuatu yang asing, persis
sebagaimana awal kedatangannya.
Sabda Nabi saw. “Islam mulanya
datang sebagai sesuatu yang asing
dan nanti akan kembali dianggap
asing. Berbahagialah orang-orang
yang dipandang asing, yakni mereka
yang selalu melakukan perbaikan-
perbaikan di tengah-tengah
masyarakat yang berlomba-lomba
melakukan kerusakan-kerus
akan.” (HR Ahmad).
Wama tawfiqi illa bi[disingkat oleh WhatsApp]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar