NEGARA TAK HANYA MENJAMIN KEBUTUHAN DASAR,
BAHKAN HUTANG DAN NIKAH PUN DIJAMIN
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman
Ketika ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menjadi Khalifah, yang tak lebih dari 2 tahun, banyak kebijakan strategis yang dilakukan. Khususnya terkait dengan jaminan kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat. Sumber Baitul Mal pada waktu itu, bukan hanya zakat, tetapi juga jizyah, pajak, khumus rikaz [seperlima harta temua], ghanimah [rampasan perang] dan kharaj. Semuanya ini dikelola sedemikian, sehingga bisa didistribusikan kepada masyarakat, termasuk subsidi langsung.
Kepada Wali Irak, ‘Abdul Hamid bin ‘Abdurrahman, sang Khalifah menginstruksikan, “Bagikan subsidi itu kepada rakyat.” ‘Abdul Hamid pun membalas surat sang Khalifah, “Saya telah membagikan subsidi mereka, tetapi harta di Baitul Mal masih berlimpah.” Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pun menginstruksikan, “Kalau begitu, periksalah orang-orang yang mempunyai hutang dengan teliti, hitung benar-benar agar tidak kelewat. Lalu, bayarlah hutangnya.” Sang Wali pun menjawab surat Khalifah, “Sesungguhnya, saya juga telah membayar hutang-hutang mereka. Tetapi, harta di Baitul Mal masih berlimpah.” Maka, sang Khalifah pun menginstruksikan, “Kalau begitu, carilah para pemuda dan pemudi yang tidak mempunyai harta, dan ingin menikah. Nikahkanlah mereka, dan bayarlah maskawinnya.” ‘Abdul Hamid pun membalas titah sang Khalifah, “Saya pun telah menikahkan mereka, tetapi harta di Baitul Mal masih juga berlimpah.”
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pun menginstruksikan kepada Walinya itu, “Siapa saja yang mempunyai kewajiban membayar jizyah atau kharaj, tetapi mempunyai kesulitan, maka berilah pinjaman sejumlah harta agar bisa mengelola tanahnya. Karena aku tidak ingin mereka berlarut-larut dalam penderitaan dalam satu hingga dua tahun.” Mereka pun mendapatkan pinjaman modal dari Baitul Mal, sehingga tanah-tanah pertanian mereka pun terkelola dengan baik. Pendapatan negara pun meningkat, seiring dengan meningkatnya produktivitas masyarakatnya.
Melimpahnya harta Baitul Mal ini merupakan buah dari kebijakan ekonomi dan politik yang adil. Menurut Ibn Katsir, ketika Khalifah al-Mu’tadhid (w. 279 H), Khalifah ‘Abbasiyyah wafat, beliau telah mewariskan dana Baitul Mal sebesar 17 juta Dinar. Atau setara dengan Rp. 50.575.000.000.000 [lima puluh triliun lima ratus tujuh puluh lima miliar rupiah]. Dana ini sangat besar untuk ukuran zaman itu.
Dengan dana yang begitu besar, tidak ada kesulitan bagi Baitul Mal untuk mendanai seluruh kebutuhan pokok rakyatnya, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Bahkan, bukan hanya kebutuhan pokok yang bisa dipenuhi oleh negara, namun Negara Khilafah pun mampu memberikan subsidi, melunasi hutang-hutang, sekaligus membiayai pernikahan mereka yang tidak mampu menikah.
Kebijakan seperti ini tidak pernah ada dalam sejarah peradaban manapun, kecuali peradaban Islam yang agung dan mulia. Maka, wajar jika ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam dua tahun saja bisa memberantas kemiskinan, sehingga tidak ada lagi mustahiq zakat yang berhak menerima zakat lagi, karena kerja keras dan keadilannya yang luar biasa. Begitulah indahnya sistem Islam, jika diterapkan dengan baik dan sempuran. Hasilnya sungguh luar biasa. [Dari berbagai sumber]