*MERAIH KEMERDEKAAN HAKIKI*
_Oleh: Maulana Firdaus_
=====
Mukkadimah
=====
Wasiat taqwa
=====
*_Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullaah_*
Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita, begitu juga bulan Syawwal.
Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang telah memanfaatkan kehadiran bulan-bulan tersebut dengan maksimal,
Sehingga yang ada saat ini adalah rasa bahagia atas meningkatnya kualitas diri dan amal,
Memiliki semangat baru untuk menata diri di bulan-bulan berikutnya dengan penuh tawakkal,
Karena hanya orang-orang yang berimanlah yang mampu memanfaatkan waktunya secara optimal.
*_Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullaah_*
Hari ini kita memasuki hari kedua di Bulan Dzulqa'dah yang bertepatan dgn bulan Agustus yg identik dgn perayaan kemerdekaan dimana-mana,
Berbicara tentang kemerdekaan, kalau boleh dibandingkan antara kemerdekaan jiwa dan kemerdekaan raga, maka kemerdekaan jiwa jauh lebih penting daripada kemerdekaan raga semata,
Jiwa yang merdeka tidak bisa dihentikan aktifitas perjuangannya walaupun raganya tersandera,
Sebaliknya raga yang sehat, kuat dan gagah perkasa, tapi jika jiwanya tersandera, jika jiwanya menjadi budak, maka kekuatan fisik itu tidak berarti apa-apa.
Shahabat Rasulullah SAW, Bilal bin Rabah RA, walaupun beliau seorang budak, saat disiksa oleh tuannya karena keimanannya, hingga mereka meletakkan batu besar di atas dadanya, ditengah terik matahari yg membara seraya memerintahkan Bilal supaya menyekutukan Allah, maka Bilal dengan tegas menolak permintaan mereka, beliau mengucapkan “Ahad, ahad” (Allah Maha Esa) berkali-kali, sambil mengatakan:
وَاللَّهِ لَوْ أَعْلَمُ كَلِمَةً هِيَ أَغْيَظُ لَكُمْ مِنْهَا لَقُلْتُهَا
“Demi Allah, kalau aku tahu ada satu kata lain, yang akan menyebabkan kalian lebih marah, tentulah akan aku katakan!”
Begitu juga Habib bin Zaid Al Anshari RA, walaupun raganya tersandera, ketika Musailamah Al Kadzdzâb berkata kepadanya:
أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
“Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu Rasulullah?” “Ya, benar”, jawabnya. Kemudian Musailamah bertanya lagi:
أَتَشْهَدُ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ؟
“Apakah engkau juga bersaksi bahwa aku ini Rasulullah? Ia menjawab:
لَا أَسْمَعُ
“aku tidak mendengar (hal tersebut)”. Lalu Musailamah menyiksanya dengan cara memotong-motong tubuhnya hidup-hidup (dicincang), sedangkan Habib bin Zaid tetap teguh dengan sikapnya itu. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/606).
*_Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullaah_*
Jika raga yang tersandera tidak mampu menghentikan mereka yang berjiwa merdeka, apalagi jika jiwa sekaligus raga mereka merdeka, tentu ini hal yang sangat luar biasa.
Pasukan penjajah memang telah pergi dari negeri ini, secara fisik yang memimpin negeri ini adalah anak-anak negeri sendiri, namun sudahkah negeri ini, para penguasanya, mempunyai jiwa yang merdeka, berani menolak hegemoni asing, bahkan menentangnya?
Sungguh menyedihkan, fakta yang terlihat justru sebaliknya, raganya penjajah memang telah pergi, namun sepertinya justru “kita” yang tidak merelakan mereka pergi, “kita” masih “enjoy” dengan penjajahannya.
Raga para penjajah memang kita usir, namun kita masih menggunakan aturan dan hukum mereka sehingga menjadi pola pikir, mengundang mereka untuk menguasai lebih dari 70% kekayaan negeri ini yg mengakibatkan rakyat kecil tersingkir, lalu menjadikan rakyat negeri ini sebagai kuli yang bekerja kepada mereka untuk keuntungan kapitalis dan bankir, mereka senantiasa menjadikan kita orang yg berhutang dan berhutang hingga taraf kita kesulitan membayar bunganya kepada para rentenir.
Jiwa akan benar-benar merdeka jika hanya menghamba kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Perkasa. Jiwa tidak akan pernah merdeka jika masih bergantung pada manusia, sangat senang dengan pujiannya dan sangat khawatir dengan celaannya.
Jiwa pula tidak akan merdeka jika masih menghamba pada hawa nafsu, tidak mau tunduk kepada wahyu, jiwa yang seperti inilah yg menyebabkan kita tidak akan pernah maju.
Umar bin Khaththab RA pernah berkata:
إِنَّا كُنَّا أَذَلَّ قَوْمٍ فَأَعَزَّنَا اللهُ بِالإِسْلاَمِ فَمَهْمَا نَطْلُبُ الْعِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللهُ
“Sesungguhnya kita dulu adalah kaum yang hina, kemudian Allah muliakan kita dengan Islam, bilamana kita mencari kemuliaan selain dengan yang Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakan kita.”(HR. Al Hakim dengan sanad shahih menurut syarat al Bukhory dan Muslim, disepakati oleh Adz Dzahabi).
*_Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullaah_*
Rakyat negeri ini sesungguhnya masih terjajah oleh negara-negara asing lewat tangan-tangan para pengkhianat di negeri ini. Mereka adalah para komprador lokal yang terdiri dari para penguasa, politikus, wakil rakyat dan intelektual yang lebih loyal pada kepentingan asing karena syahwat kekuasaan dan kebutuhan pragmatisnya. Akibatnya, rakyat sengsara di negerinya sendiri yang amat kaya.
Mereka terjajah oleh asing dan para pemimpinnya sendiri yang menjadi antek-antek kepentingan negara penjajah.
Ini semua terjadi karena diadopsinya sistem kapitalisme demokrasi yang bersumber dari manusia seraya meninggalkan sistem dan hukum yang dibawa oleh Rasulullah SAW di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
*_Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullaah_*
Kemerdekaan negeri ini diproklamirkan bertepatan dengan bulan Ramadhan yg merupakan bulan diturunkannya al-quran, namun ajaran dan panduannya tidak dijalankan malah justru diabaikan.
Begitu pula, negeri ini dihuni oleh mayoritas beragama Islam, namun pada kenyataan umat ini justru berada pada kehidupan yang begitu kelam,
Akibatnya, negeri ini masih terjajah dan didera berbagai penderitaan, keterpurukan, keterbelakangan dan ketimpangan ekonomi yang cukup curam.
Saat ini kehidupan serba sulit, kemiskinan semakin membelit, rakyat miskin menjerit, harga sembako terus melejit,
Ini semua boleh jadi cerminan kehidupan yang sempit.
Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat Thaha [20]:124,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا...
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit...
Imam Ibn Katsir menjelaskan, “man a’radha ‘an dzikriy” yaitu menyalahi perintahku dan apa yang Aku turunkan kepada rasul-Ku, berpaling darinya dan pura-pura lupa terhadapnya serta mengambil petunjuk dari selainnya (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm).
Fahamilah, kemerdekaan hakiki tidak akan pernah bisa kita raih jika masih mengabaikan syariah Allah SWT, tidak mengindahkan peringatan Allah SWT dan menyingkirkan hukum Allah SWT diatas muka bumi ini,
Karena merdeka yang hakiki adalah merdeka dari segala bentuk penjajahan, eksploitasi, intervensi dan penghambaan kepada sesama manusia kembali menuju penyembahan kepada Allah SWT semata.
Dan pertanyaannya kini adalah sudahkah kita menjadi insan-insan yang merdeka secara hakiki?
_*Baarakallaahulii walakum...*_
=====
Duduk diantara 2 khutbah
=====
Khutbah kedua
=====
Penutup dan do'a
_______________