Bendera Tauhid

Selasa, 19 Juli 2016

FIKROH yang Lurus

Fikroh Hizbut Tahrir : Aqidah Islam

Fikrah yang dijadikan landasan bagi Hizbut Tahrir telah merasuk dalam diri pengikutnya, yang selalu diusahakan agar menjadi bagian dari umat serta yang dijadikan sebagai perkara utama mereka adalah fikrah Islam, yaitu (berupa) akidah Islam serta seluruh ide yang lahir dari akidah, termasuk seluruh hukum yang dibangun di atas akidah tadi. Hizbut Tahrir telah mengadopsi dari fikrah Islam ini perkara-perkara yang diperlukan oleh sebuah partai politik yang bertujuan ingin mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan merasukkan Islam ke dalam sistem pemerintahan, hubungan (interaksi) antara masyarakat, dan di seluruh aspek kehidupan.

Hizb telah menjelaskan segala sesuatu yang diadopsinya itu secara terperinci dalam buku-buku dan selebaran-selebaran, disertai dengan keterangan dan dalil-dalil yang rinci untuk setiap hukum, pendapat, pemikiran atau persepsinya. Berikut ini adalah beberapa contoh -secara garis besar- tentang hukum, pemikiran, persepsi dan pendapat Hizbut Tahrir yang paling menonjol.

AKIDAH ISLAM

Akidah Islam adalah iman kepada Allah, malaikat-Nya, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul-Nya, hari Kiamat dan iman terhadap qadla-qadar baik atau buruknya datang dari Allah Swt.

Iman adalah tashdiq al-jazim (membenarkan sesuatu dengan pasti) yang sesuai dengan kenyataan, serta berdasarkan bukti dan dalil. Apabila pembenaran ini tidak berdasarkan dalil, maka ia tidak dapat disebut sebagai iman. Sebab, di dalamnya tidak terdapat unsur kepastian. Begitu pula pembenaran tidak akan mencapai tingkat pasti kecuali jika ia ditetapkan dengan dalil yang qath’iy (pasti). Oleh karena itu dalil-dalil akidah harus bersifat qath’iy dan tidak boleh bersifat dzanni (tidak pasti/dugaan).

Akidah berupa kalimat syahadat (Laa ilaha illa Allah, wa anna Muhammad ar-Rasulullah), tidak dianggap syahadat kecuali dilakukan berdasarkan ilmu, keyakinan dan pembenaran. Tidak berdasarkan dugaan. Sebab, dugaan tidak menghasilkan ilmu dan keyakinan.

Akidah Islam adalah asas bagi Islam, asas bagai pandangan hidup, asas bagi negara, konstitusi dan perundang-undangan, serta asas bagi segala sesuatu yang lahir dan dibangun dari atau di atas akidah, baik itu berupa pemikiran, hukum maupun persepsi Islam. Akidah Islam juga menjadi qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), sebagai aqidah siyasiyah (akidah yang bersifat politis). Sebab, ide-ide, hukum-hukum, pendapat-pendapat, dan persepsi-persepsi yang lahir atau tumbuh di atas akidah terkait dengan urusan-urusan dunia dan tata cara pengaturannya, seperti halnya juga terkait dengan urusan akhirat.

Akidah Islam juga menjadi asas yang mengatur seluruh urusan dunia. Di dalamnya terdapat hukum-hukum tentang jual-beli, sewa menyewa, perwakilan, jaminan (garansi), pemilikan, pernikahan, syirkah, warisan dan lain-lain. Di dalamnya juga terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan penjelasan tatacara pelaksanaan hukum yang mengatur urusan-urusan dunia, seperti hukum wajib adanya amir bagi sebuah jama’ah, termasuk hukum dan tatacara pengangkatan amir, melakukan koreksi/kritik dan taat kepadanya. Sama halnya dengan hukum-hukum jihad, perdamaian, gencatan senjata, atau seperti hukum tentang ‘uqubat (sanksi) dan lain-lain. Dengan demikian akidah Islam adalah akidah yang mengatur segala urusan hingga bisa disebut sebagai aqidah siyasiyah (akidah yang bersifat politik). Karena, arti dari politik (siyasah) adalah pengaturan dan pemeliharaan seluruh urusan umat.

Akidah Islam juga merupakan akidah yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan dan peperangan, baik dalam mengemban dakwahnya, mempertahankannya maupun dalam menegakkan negara -yang berlandaskan pada akidah tersebut-, yang akan melindungi akidah dan tetap berdiri di atas akidah Islam serta berusaha melaksanakan hukum-hukumnya. Juga dalam melakukan koreksi terhadap penguasa apabila mereka mengabaikan pelaksanaan hukum-hukum Islam dan melalaikan penyebarluasan risalah Islam ke seluruh dunia.

Akidah Islam menuntut pengesaan hanya terhadap Allah, melalui ibadah dan ketundukan serta pengakuan bahwa hanya Allahlah pembuat peraturan (tasyri’). Menolak segala bentuk ubudiyah kepada selain Allah dari kalangan makhluk-makhluk-Nya, baik berupa patung, thaghut (peraturan dan undang-undang yang tidak berasal dari Allah-pen), atau mengikuti hawa nafsu dan syahwat semata.

Allah Swt adalah satu-satunya Khaliq (Pencipta) yang berhak diibadahi. Dialah Sang Penguasa, Maha Pengatur, Pembuat Hukum, Sang Penunjuk, Pemberi Rizki, Yang Menghidupkan dan Mematikan, serta Maha Penolong. Seluruh kekuasaan berada di tangan-Nya. Ia berkuasa atas segala sesuatu, tidak bersekutu dengan siapapun dari ciptaan-Nya.

Akidah Islam juga menuntut hanya Rasul Muhammad saw sebagai satu-satunya panutan di antara semua makhluk yang ada. Tidak boleh mengikuti selain Rasulullah Muhammad, dan tidak diterima selain dari beliau. Beliaulah yang telah menyampaikan syari’at Rabbnya. Tidak diperkenankan mengambil syari’at selain dari beliau (siapapun orangnya), atau dari agama dan ideologi selain Islam, atau dari para pakar hukum. Seorang muslim wajib mengikuti dan mengambil hukum hanya dari Rasul saw berdasarkan firman Allah Swt:

]وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا[




Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (TQS al-Hasyr [59]: 7)

]وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ[

(Dan) Tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan (hukum) akan ada pilihan (hukum lain) tentang urusan mereka. (TQS al-Ahzab [33]: 36)

]فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ[

Ÿ

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (TQS an-Nisa [4]: 65)

]فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ[


Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (TQS an-Nur [24]: 63)

Akidah Islam juga menuntut kewajiban menerapkan Islam secara sempurna dan totalitas. Diharamkan menjalankan (hukum Islam) sebagian dan meninggalkan sebagian lainnya, atau menerapkannya secara bertahap. Kaum Muslim diperintahkan untuk menerapkan semua yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya setelah turun firman-Nya:

]الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا[

Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmatKu kepadamu dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu. (TQS al-Maidah [5]: 3)

Kita tidak boleh membeda-bedakan hukum yang satu dengan hukum yang lainnya. Seluruh hukum Allah adalah sama dalam hal kewajiban pelaksanaannya. Oleh karena itu Abubakar ra dan para sahabat telah memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, karena mereka menolak melaksanakan salah satu hukum, yaitu hukum zakat. Disamping itu Allah Swt mengancam orang-orang yang membeda-bedakan antara satu hukum dengan hukum yang lain, atau orang-orang yang beriman terhadap sebagian dari Kitabullah dan kufur terhadap sebagian lainnya. Mereka diancam dengan kehinaan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat sebagaimana firman-Nya:

]أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ[

Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Kitab (Allah) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan dari orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat berat. (TQS. al-Baqarah [2]: 85)

Hizbut Tahrir telah membahas berbagai perkara tentang akidah, antara lain pembuktian adanya Allah Sang Pencipta, pembuktian kebutuhan akan adanya Rasul dan pembuktian bahwa al-Qur’an berasal dari Allah Swt dan Muhammad saw adalah seorang Rasul. Semua itu dibahas berdasarkan dalil ‘aqli dan naqli yang berasal dari al-Qur’an dan Hadits mutawatir.Hizbut Tahrir telah membahas pula perkara qadar, qadla dan qadar, rizki, ajal, tawakal kepada Allah, serta perkara hidayah (petunjuk) dan dlalalah (kesesatan).
[Sumber: 

Buku Mengenal Hizbut Tahrir]

Minggu, 17 Juli 2016

Cara Kapitalis Kuasai dunia

*CARA KAPITALISME MENGUASAI DUNIA*

[Tulisan panjaaaaang dari *Ustadz Dwi Condro Triyono, Ph.D* ini nambah ilmu banget, baca pelan-pelan dan pahami yak, sayang kalo kelewatan]

*Sistem ekonomi kapitalisme telah mengajarkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan terwujud jika semua pelaku ekonomi terfokus pada akumulasi kapital (modal)*.
 
Mereka lalu *menciptakan sebuah mesin “penyedot uang” yang dikenal dengan lembaga perbankan*. Oleh lembaga ini, sisa-sisa uang di sektor rumah tangga yang tidak digunakan untuk konsumsi akan “disedot”.
 
Lalu siapakah yang akan memanfaatkan uang di bank tersebut? *Tentu mereka yang mampu memenuhi ketentuan pinjaman (kredit) dari bank*, yaitu: fix return dan agunan. Konsekuensinya, hanya pengusaha besar dan sehat sajalah yang akan mampu memenuhi ketentuan ini. Siapakah mereka itu? Mereka itu tidak lain adalah *kaum kapitalis*, yang sudah mempunyai perusahaan yang besar, untuk menjadi lebih besar lagi.
 
Nah, apakah adanya lembaga perbankan ini sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan cara apa?
 
*Yaitu dengan pasar modal*. Dengan pasar ini, para pengusaha cukup *mencetak kertas-kertas saham* untuk dijual kepada masyarakat dengan *iming-iming akan diberi deviden*.
 
Siapakah yang memanfaatkan keberadaan pasar modal ini? Dengan persyaratan untuk menjadi emiten dan penilaian investor yang sangat ketat, *lagi-lagi hanya perusahaan besar dan sehat saja yang akan dapat menjual sahamnya di pasar modal ini*.
 
Siapa mereka itu? Kaum kapitalis juga, yang sudah mempunyai perusahaan besar, untuk menjadi lebih besar lagi. Adanya tambahan pasar modal ini, apakah sudah cukup? Bagi kaum kapitalis tentu tidak ada kata cukup. Mereka ingin terus membesar. Dengan cara apa lagi?
 
*Cara selanjutnya yaitu dengan “memakan perusahaan kecil”. Bagaimana caranya? Menurut teori Karl Marx, dalam pasar persaingan bebas, ada hukum akumulasi kapital (the law of capital accumulations), yaitu *perusahaan besar akan “memakan” perusahaan kecil*. Contohnya, jika di suatu wilayah banyak terdapat toko kelontong yang kecil, maka cukup dibangun *sebuah mal yang besar*. Dengan itu toko-toko itu akan *tutup* dengan sendirinya.
 
*Dengan apa perusahaan besar melakukan ekspansinya? Tentu dengan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu perbankan dan pasar modal*.
Agar perusahaan kapitalis dapat lebih besar lagi, mereka harus mampu memenangkan persaingan pasar. Persaingan pasar hanya dapat dimenangkan oleh mereka yang dapat *menjual produk-produknya dengan harga yang paling murah*. Bagaimana caranya?
 
*Caranya adalah dengan mengusai sumber-sumber bahan baku* seperti: pertambangan, bahan mineral, kehutanan, minyak bumi, gas, batubara, air, dsb. Lantas, dengan cara apa perusahaan besar dapat menguasai bahan baku tersebut? Lagi-lagi, tentu saja dengan *dukungan permodalan* dari dua lembaganya, yaitu *perbankan dan pasar modal*.
 
Jika perusahaan kapitalis ingin lebih besar lagi, maka cara berikutnya adalah dengan *“mencaplok” perusahaan milik negara (BUMN)*.
Kita sudah memahami bahwa perusahaan negara umumnya menguasai sektor-sektor publik yang sangat strategis, seperti: sektor telekomunikasi, transportasi, pelabuhan, keuangan, pendidikan, kesehatan, pertambangan, kehutanan, energi, dsb. Bisnis di sektor yang strategis tentu merupakan bisnis yang sangat menjanjikan, karena hampir tidak mungkin rugi. Lantas bagaimana caranya?
 
Caranya adalah dengan *mendorong munculnya Undang-Undang Privatisasi BUMN*. Dengan adanya jaminan dari UU ini, perusahaan kapitalis dapat dengan *leluasa “mencaplok” satu per satu BUMN tersebut*. Tentu tetap dengan dukungan permodalan dari dua lembaganya, yaitu perbankan dan pasar modal.
 
Jika dengan cara ini kaum kapitalis sudah mulai bersinggungan dengan UU, maka sepak terjangnya tentu akan mulai banyak menemukan hambatan. *Bagaimana cara mengatasinya?*
 
Caranya ternyata sangat mudah, yaitu dengan *masuk ke sektor kekuasaan itu sendiri*. Kaum kapitalis harus *menjadi penguasa, sekaligus tetap sebagai pengusaha*.
 
Untuk menjadi penguasa tentu membutuhkan modal yang besar, sebab biaya kampanye itu tidak murah. Bagi kaum kapitalis hal itu tentu tidak menjadi masalah, sebab permodalannya tetap akan didukung oleh dua lembaga sebelumnya, yaitu *perbankan dan pasar modal*.
 
Jika kaum kapitalis sudah melewati cara-cara ini, maka hegemoni (pengaruh) ekonomi di tingkat nasional hampir sepenuhnya terwujud. Hampir tidak ada problem yang berarti untuk dapat mengalahkan kekuatan hegemoni ini. Namun, apakah masalah dari kaum kapitalis sudah selesai sampai di sini?
 
Tentu saja belum. Ternyata hegemoni ekonomi di tingkat nasional saja belumlah cukup. Mereka justru akan menghadapi problem baru. Apa problemnya?
 
Problemnya adalah terjadinya ekses produksi. Bagi perusahaan besar, yang produksinya terus membesar, jika produknya hanya dipasarkan di dalam negeri saja, tentu semakin lama akan semakin kehabisan konsumen. Lantas, kemana mereka harus memasarkan kelebihan produksinya? Dari sinilah akan muncul cara-cara berikutnya, yaitu dengan melakukan *hegemoni di tingkat dunia*.
 
Caranya adalah dengan membuka pasar di negara-negara miskin dan berkembang yang padat penduduknya. Teknisnya adalah dengan menciptakan organisasi perdagangan dunia (WTO), yang mau *tunduk*pada ketentuan perjanjian perdagangan bebas dunia (GATT), sehingga semua negara anggotanya akan mau membuka pasarnya tanpa halangan tarif bea masuk, maupun ketentuan kuota impornya (bebas proteksi).
 
Dengan adanya *WTO dan GATT* tersebut, kaum kapitalis dunia akan dengan leluasa dapat memasarkan kelebihan produknya di negara-negara “jajahan”-nya.
 
Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaga andalannya, yaitu perbankan dan pasar modal.
 
Jika kapitalis dunia ingin lebih besar lagi, maka caranya tidak hanya cukup dengan mengekspor kelebihan produksinya. Mereka harus membuka perusahaannya di negara-negara yang menjadi obyek ekspornya. Yaitu dengan *membuka Multi National Coorporations (MNC) atau perusahaan lintas negara*, di negara-negara sasarannya.
 
Dengan *membuka langsung perusahaan di negara tempat pemasarannya, mereka akan mampu menjual produknya dengan harga yang *jauh lebih murah*. Strategi ini juga sekaligus dapat menangkal kemungkinan munculnya industri-industri lokal yang berpotensi menjadi pesaingnya.
 
Untuk mewujudkan ekspansinya ini, perusahaan kapitalis dunia tentu akan *tetap didukung dengan permodalan dari dua lembaganya, yaitu *perbankan dan pasar modal*.
 
Apakah dengan membuka MNC sudah cukup? Jawabnya tentu saja belum. Masih ada peluang untuk menjadi semakin besar lagi. Caranya? Yaitu dengan menguasai sumber-sumber bahan baku yang ada di negara tersebut.
 
Untuk melancarkan jalannya ini, kapitalis dunia harus mampu *mendikte lahirnya berbagai UU* yang mampu menjamin agar perusahaan asing dapat *menguasai sepenuhnya* sumber bahan baku tersebut.
 
Contoh yang terjadi di Indonesia adalah lahirnya UU Penanaman Modal Asing (PMA), yang memberikan jaminan bagi perusahaan asing untuk *menguasai lahan di Indonesia sampai *95 tahun lamanya*(itu pun masih bisa *diperpanjang* lagi). Contoh UU lain, yang akan menjamin kebebasan bagi perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan SDA Indonesia adalah: UU Minerba, UU Migas, UU Sumber Daya Air, dsb.
 
Menguasai SDA saja tentu belum cukup bagi kapitalis dunia. Mereka ingin lebih dari itu. Dengan cara apa? Yaitu dengan menjadikan harga bahan baku lokal menjadi semakin murah. *Teknisnya adalah dengan menjatuhkan nilai kurs mata uang lokalnya*.
 
Untuk mewujudkan keinginannya ini, prasyarat yang dibutuhkan adalah pemberlakuan sistem kurs *mengambang bebas* bagi mata uang lokal tersebut. Jika nilai kurs mata uang lokal tidak boleh ditetapkan oleh pemerintah, lantas lembaga apa yang akan berperan dalam penentuan nilai kurs tersebut?
 
Jawabannya adalah dengan *Pasar Valuta Asing (valas). Jika negara tersebut sudah membuka Pasar Valasnya, maka kapitalis dunia akan lebih leluasa untuk “mempermainkan” nilai kurs mata uang lokal, sesuai dengan kehendaknya. Jika *nilai kurs mata uang lokal sudah jatuh, maka harga bahan-bahan baku lokal dijamin akan menjadi murah*, kalau dibeli dengan mata uang mereka.
 
Jika ingin lebih besar lagi, ternyata masih ada cara selanjutnya. Cara selanjutnya adalah dengan *menjadikan upah tenaga kerja lokal bisa menjadi semakin murah. Bagaimana caranya? Yaitu dengan melakukan proses liberalisasi pendidikan di negara tersebut. Teknisnya adalah dengan melakukan *intervesi terhadap UU Pendidikan Nasional*nya. 
 
Jika penyelenggaraan pendidikan sudah diliberalisasi, berarti *pemerintah sudah tidak bertanggung jawab untuk memberikan subsidi* bagi pendidikannya. Hal ini tentu akan menyebabkan *biaya pendidikan akan semakin mahal*, khususnya untuk pendidikan di *perguruan tinggi*. Akibatnya, banyak pemuda yang tidak mampu melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
 
Keadaan ini akan dimanfaatkan dengan *mendorong dibukanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak-banyaknya*. Dengan sekolah ini tentu diharapkan akan banyak melahirkan anak didik yang sangat *terampil, penurut, sekaligus mau digaji rendah*. Hal ini tentu lebih menguntungkan, jika dibanding dengan mempekerjakan sarjana. Sarjana biasanya tidak terampil, terlalu banyak bicara dan maunya *digaji tinggi*.
 
Sebagaimana telah diuraikan di atas, cara-cara hegemoni kapitalis dunia di negara lain ternyata banyak *mengunakan intervesi UU*. Hal ini tentu tidak mudah dilakukan, kecuali harus dilengkapi dengan cara yang lain lagi. Nah, cara inilah yang akan menjamin proses intervensi UU akan dapat berjalan dengan mulus. Bagaimana caranya?
 
Caranya adalah dengan *menempatkan penguasa boneka*. Penguasa yang terpilih di negara tersebut harus mau *tunduk dan patuh* terhadap keinginan dari kaum kapitalis dunia. Bagaimana strateginya?
 
Strateginya adalah dengan memberikan berbagai sarana bagi mereka yang mau *menjadi boneka*. *Sarana tersebut, mulai dari bantuan dana kampanye, publikasi media, manipulasi lembaga survey, hingga intervesi pada sistem perhitungan suara pada Komisi Pemilihan Umumnya*.
 
Nah, apakah ini sudah cukup? Tentu saja belum cukup. Mereka tetap saja akan menghadapi problem yang baru. Apa problemnya?
 
Jika hegemoni kaum kapitalis terhadap negara-negara tertentu sudah sukses, maka akan memunculkan problem baru. Problemnya adalah “mati”-nya negara jajahan tersebut. Bagi sebuah negara yang telah sukses dihegemoni, maka rakyat di negara tersebut akan semakin miskin dan melarat. Keadaan ini tentu akan menjadi ancaman bagi kaum kapitalis itu sendiri. Mengapa?
 
Jika penduduk suatu negeri itu *jatuh miskin, maka hal itu akan menjadi problem pemasaran* bagi produk-produk mereka. Siapa yang harus membeli produk mereka jika rakyatnya miskin semua? Di sinilah diperlukan cara berikutnya.
 
Agar rakyat negara miskin *tetap memiliki daya beli, maka kaum kapitalis dunia perlu mengembangkan *Non Government Organizations (NGO) atau LSM*. Tujuan pendirian NGO ini adalah untuk melakukan pengembangan masyarakat (community development), yaitu pemberian pendampingan pada masyarakat agar bisa mengembangkan industri-industri level rumahan (home industry), seperti kerajinan tradisionil maupun industri kreatif lainnya. Masyarakat harus tetap berproduksi (walaupun skala kecil), agar tetap memiliki penghasilan.
 
Agar operasi NGO ini tetap eksis di tengah masyarakat, maka diperlukan dukungan dana yang tidak sedikit. Kaum kapitalis dunia akan senantiasa men-support sepenuhnya kegiatan NGO ini. Jika proses pendampingan masyarakat ini berhasil, maka kaum kapitalis dunia akan memiliki *tiga keuntungan sekaligus, yaitu: masyarakat akan tetap memiliki daya beli, akan memutus peran pemerintah dan yang terpenting adalah, negara *jajahannya tidak akan menjadi negara industri besar untuk selamanya*.
 
Sampai di titik ini kapitalisme dunia tentu akan mencapai tingkat kejayaan yang *nyaris “sempurna”. Apakah kaum kapitalis sudah tidak memiliki hambatan lagi? Jawabnya ternyata masih ada. Apa itu? *Ancaman krisis ekonomi*. Sejarah panjang telah membuktikan bahwa ekonomi kapitalisme ternyata menjadi pelanggan yang setia terhadap terjadinya krisis ini.
 
Namun demikian, bukan berarti mereka tidak memiliki solusi untuk mengatasinya. Mereka masih memiliki jurus pamungkasnya. Apa itu?
 
Ternyata sangat sederhana. Kaum kapitalis cukup “memaksa” pemerintah untuk memberikan *talangan (bailout) atau stimulus ekonomi. Dananya berasal dari mana? Tentu akan diambil dari *Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN*).
 
Sebagaimana kita pahami bahwa sumber pendapatan negara adalah berasal dari pajak rakyat. Dengan demikian, jika *terjadi krisis ekonomi, siapa yang harus menanggung bebannya. Jawabnya adalah: *rakyat*, melalui pembayaran *pajak yang akan terus dinaikkan* besarannya, maupun jenis-jenisnya.
 
Bagaimana *hasil akhir* dari semua ini? *Kaum kapitalis akan tetap jaya dan rakyat selamanya akan tetap menderita*. *Dimanapun negaranya, nasib rakyat akan tetap sama*. Itulah produk dari hegemoni kapitalisme dunia. Semoga bermanfaat